Powered By Blogger

Senin, 13 Januari 2020

Tugas 3 Teknik Keselamatan & Kesehatan Kerja

1. Sebutkan nama peralatan K3 yang digunakan dalam konstruksi bangunan gedung dan jelaskan fungsinya, minimal 4 alat ? 




Berbagai macam alat pelindung diri di proyek konstruksi adalah sebagai berikut:

·     Warepack (Pakaian pekerja)
   Fungsi pakaian kerja yang sesuai dengan standar ialah untuk melindungi badan manusia dari pengaruh dari luar yang bisa melukai anggota tubuh.
·     Safety Shoes (Sepatu Khusus Keamanan)
    Sepatu yang dipakai pekerja konstruksi haruslah memenuhi kriteria tertentu. Bagian muka sepatu harus keras untuk mengurangi resiko luka akibat benda tajam yang banyak dipakai dalam pekerjaan konstruksi
·     Kacamata
   Jenis kacamata pekerja konstruksi ini bisa dipakai  untuk melindungi  mata yang rawan terkena debu. Bisa pula melindungi dari bahan dan material berbahaya yang bisa merusak mata.
·     Penutup telinga
  Fungsi utama dari safety equipment  pada konstruksi ini ialah intuk melindungi bagian pendengaran dari kebisingan. Karena di lokasi konstruksi akan ditemui banyak mesin dan alat yang menimbulkan bunyi bising.
·     Sarung tangan
    Khususnya bagi pekerja lapangan atau di lokasi konstruksi, alat ini sangat penting. Sarung tangan melindungi dari resiko luka akibat terkena benda keras dan tajam.
·     Helm
    Bukan hanya pekerja, setiap yang datang ke lokasi konstruksi wajib memakai helm. Gunanya ialah untuk melindungi kepala akan resiko kejatuhan benda-benda dari lokasi konstruksi.
·     Masker
   Debu dan material bahan bangunan yang tak kasat mata akan rawan beterbangan. Maka dari itulah, pemakaian masker ini tak boleh disepelekan. Gunanya untuk melindungi saluran pernafasan pekerja agar tidak terganggu.
·    Safety Belt
    Alat ini untuk menjaga pekerja di lokasi konstruksi yang berada pada ketinggian atau jika pekerja tersebut bekerja pada posisi yang berbahaya. Resiko jatuh bisa diminimalisir dengan adanya alat berupa sabuk pengaman ini.
·     Tangga
  Alat ini untuk memanjat jika pekerja harus mencapai ketinggian tertentu untuk melakukan pekerjaan konstruksi. Untuk lebih aman harus disertai dengan pemakaian sabuk pengaman. (Baca juga tentang standarisasi kegunaan scaffolding)
·     Menyediakan P3K
   Alat dan obat-obatan P3K sangat penting untuk memberikan pertolongan pertama jika terjadi kecelakaan kerja.
·   Safety Boot (sepatu safety) 
    untuk melindungi keselamatan kaki dari benturan benda keras serta mengurangi resiko dari tertimpa dan kejatuhan benda keras lainnya. Ada berbagai macam sepatu safety, yaitu: Safety shoes dengan bahan kulit untuk pekerjaan berat dan rawan benturan, Rubber boot dengan bahan karet untuk pekerjaan daerah basah, Electrical shoes dengan bahan karet untuk pekerjaan listrik.

2. Jelaskan prosedur apa saja yang harus diperhatikan dalam bidang konstruksi bangunan gedung?


Untuk bisa melindungi pekerja dari resiko kecelakaan kerja, maka safety equipment pada konstruksi harus memenuhi syarat, sebagai berikut:
  • Penggunaan alat disesuaikan dengan bahaya yang akan dihadapi pekerja
  • Safety equipment pada konstruksi dibuat dari bahan yang berkualitas dan tahan terhadap resiko yang dihadapi
  • Konstruksinya harus kuat
  • Tidak menimbulkan resiko bahaya bagi pemakainya
3. Sebutkan dan jelaskan istilah - istilah bahaya dalam lingkungan kerja yang anda ketahui, minimal 3 istilah?

Keselamatan kerja adalah rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan, misalnya penerapan OHSAS, Penggunaan APD yang baik dan benar, rotasi pekerja, penerapan K3, dan lain sebagainya. Tindakan yang di lakukan adalah manajemen keselamatan kerja, penerapan HSE, dan lain-lain (Suma’mur, 2001). Beberapa istilah dalam keselamatan kerja, antara lain:

1. Hazard 
Adalah suatu keadaan yang dapat memungkinkan timbullnya kecelakaan/ kerugian dapat berupa cedera, penyakit, kerusakan dan ketidakmampuan melaksanakan fungsi yang telah ditetapkan. Contoh: penyimpanan bahan bakar di tempat yang tidak semestinya, genangan air di tempat kerja, kabel listrik yang mengelupas. Tindakan yang diambil berupa upaya pengendalian bahaya (program K3).
2. Risk 
Adalah peluang (tinggi, sedang, dan rendah) atau kemungkinan seseorang terkena bahaya sehingga terjadi kecelakaan akibat hal tersebut pada periode tertentu.
Contoh: terpapar kebisingan, heat stress, tersengat listrik, keracunan bahan kimia.
Tindakan yang diambil berupa upaya pencegahan/warning.
3. Accident 
Adalah suatu kejadian/ peristiwa yang tidak diinginkan dimana dapat menyebabkan cedera pada manusia dan kerusakan lainnya.
Contoh: kebakaran, kecelakaan industri, kecelakaan perjalanan, kecelakaan kerja.
Tindakan yang diambil berupa investigasi sumber penyebab accident.
4. Near miss 
Adalah Incident yang tidak menimbulkan cidera manusia atau kerusakan / kerugian lainnya. Sebuah peristiwa yang tak terencana, tidak menyebabkan cedera, penyakit, kerusakan, namun memiliki potensi untuk melakukannya.Contoh: terpeleset, tersandung, salah dalam pengambilan bahan kimia. Tindakan yang diambil berupa investigasi.
5. Incident 
Adalah Kejadian yang tidak diinginkan dimana telah melakukan kontak dengan sumber energi yang melebihi nilai ambang batas. Kejadian yang dapat menimbulkan/ berpotensi timbulnya kecelakaan kerja. Contoh: debit air dalam pipa mengalami peningkatan, kenaikan temperatur mesin, genangan oli, terjadi konslet/arus pendek listrik pada lingkungan kerja.Tindakan yang diambil dapat berupa emergency response.
6. Unsafe action 
Adalah Faktor perilaku manusia yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Suatu bentuk pelanggaran terhadap prosedur keselamatan yang telah ditetapkan dimana memberikan peluang untuk terjadinya kecelakaan kerja.
Contoh: bekerja dengan tidak memperhatikan SOP (Standart Operational Procedure), mengangkut beban yang berlebihan, bekerja berlebihan atau melebihi jam kerja, tidak memakai APD, menjalankan pekerjaan yang tidak sesuai keahliannya.
Tindakan yang diambil dapat berupa komunikasi, training, sanksi.
7. Unsafe condition 
Adalah suatu kondisi fisik ditempat kerja yang berbahaya memungkinkan secara langsung timbulnya kecelakaan. Contoh: pecahan kaca, paparan bising, lantai licin, pencahayaan yang kurang, peralatan yang sudah tidak layak pakai, paparan radiasi, kondisi suhu yang yang membahayakan. Tindakan yang diambil berupa standarisasi tempat kerja, pemakaian APD, profesional kerja.
8. Danger 
Adalah keadaan benda atau barang yang pasti menyebabkan kerugian disekitarnya, dampaknya langsung dirasakan. Contoh : Daerah lumpur yang ada tanda bahaya dan bahayanya nyata.

4. Sebutkan jenis - jenis api ? 

Berikut ini penjelasan jenis kelas dari Tipe Api. Definisi Kelas atau Tipe Api berdasarkan kategori kebakaran dan penanggulangan bahaya kebakaran pada pasal 23 & 24 Perda DKI Jakarta No. 3 Tahun 1992 adalah sebagai berikut :

Kelas Api untuk Tipe A adalah jenis kebakaran yang disebabkan dari bahan biasa yang mudah untuk terbakar seperti kayu, kertas, pakaian dan sejenisnya.
Kelas Api untuk Tipe B adalah jenis kebakaran yang disebabkan dari bahan cairan yang mudah terbakar seperti minyak bumi, oli, gas, lemak dan sejenisnya.
Kelas Api untuk Tipe C adalah jenis kebakaran yang disebabkan dari listrik, seperti kebocoran listrik, korsleting listrik dan termasuk kebakaran pada alat-alat listrik.
Kelas Api untuk Tipe D adalah jenis kebakaran yang disebabkan oleh logam seperti Seng, Magnesium, serbuk Aluminium, Sodium, Titanium dan lain-lain.

5. Jelaskan dan sebutkan fungsi dari APAR ? 

APAR (Alat Pemadam Api Ringan) atau fire extinguisher adalah alat yang digunakan untuk memadamkan api atau mengendalikan kebakaran kecil. Alat Pemadam Api Ringan (APAR) pada umumnya berbentuk tabung yang diisikan dengan bahan pemadam api yang bertekanan tinggi. Dalam hal Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), APAR merupakan peralatan wajib yang harus dilengkapi oleh setiap Perusahaan dalam mencegah terjadinya kebakaran yang dapat mengancam keselamatan pekerja dan asset perusahaannya.

Jenis-jenis APAR (Alat Pemadam Api Ringan)
Berdasarkan Bahan pemadam api yang digunakan, APAR (Alat Pemadam Api Ringan) dapat digolongkan menjadi beberapa Jenis. Diantaranya terdapat 4 jenis APAR yang paling umum digunakan, yaitu :

1. Alat Pemadam Api (APAR) Air / Water
APAR Jenis Air (Water) adalah Jenis APAR yang disikan oleh Air dengan tekanan tinggi. APAR Jenis Air ini merupakan jenis APAR yang paling Ekonomis dan cocok untuk memadamkan api yang dikarenakan oleh bahan-bahan padat non-logam seperti Kertas, Kain, Karet, Plastik dan lain sebagainya (Kebakaran Kelas A). Tetapi akan sangat berbahaya jika dipergunakan pada kebakaran yang dikarenakan Instalasi Listrik yang bertegangan (Kebakaran Kelas C).

2. Alat Pemadam Api (APAR) Busa / Foam (AFFF)
APAR Jenis Busa ini adalah Jenis APAR yang terdiri dari bahan kimia yang dapat membentuk busa. Busa AFFF (Aqueous Film Forming Foam) yang disembur keluar akan menutupi bahan yang terbakar sehingga Oksigen tidak dapat masuk untuk proses kebakaran. APAR Jenis Busa AFFF ini efektif untuk memadamkan api yang ditimbulkan oleh bahan-bahan padat non-logam seperti Kertas, Kain, Karet dan lain sebagainya (Kebakaran Kelas A) serta kebakaran yang dikarenakan oleh bahan-bahan cair yang mudah terbakar seperti Minyak, Alkohol, Solvent dan lain sebagainya (Kebakaran Jenis B).

3. Alat Pemadam Api (APAR) Serbuk Kimia / Dry Chemical Powder
APAR Jenis Serbuk Kimia atau Dry Chemical Powder Fire Extinguisher terdiri dari serbuk kering kimia yang merupakan kombinasi dari Mono-amonium danammonium sulphate. Serbuk kering Kimia yang dikeluarkan akan menyelimuti bahan yang terbakar sehingga memisahkan Oksigen yang merupakan unsur penting terjadinya kebakaran. APAR Jenis Dry Chemical Powder ini merupakan Alat pemadam api yang serbaguna karena efektif untuk memadamkan kebakaran di hampir semua kelas kebakaran seperti Kelas A, B dan C. APAR Jenis Dry Chemical Powder tidak disarankan untuk digunakan dalam Industri karena akan mengotori dan merusak peralatan produksi di sekitarnya. APAR Dry Chemical Powder umumnya digunakan pada mobil.

4. Alat Pemadam Api (APAR) Karbon Dioksida / Carbon Dioxide (CO2)
APAR Jenis Karbon Dioksida (CO2) adalah Jenis APAR yang menggunakan bahan Karbon Dioksida (Carbon Dioxide / CO2) sebagai bahan pemadamnya.  APAR Karbon Dioksida sangat cocok untuk Kebakaran Kelas B (bahan cair yang mudah terbakar) dan Kelas C (Instalasi Listrik yang bertegangan).

Source :

Kamis, 12 Desember 2019

Tugas Teknik keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


1. Apa itu keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)?

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu upaya perlindungan yang ditujukan agar pekerja dan orang lain yang berada ditempat kerja atau perusahaan atau di suatu instansi selalu dalam keadaan selamat & sehat, selain itu agar setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien (Kepmenaker Nomor 463/MEN/1993).

OHSAS (180001:2007), Kesehatan dan Keselamatan Kerja merupakan kondisi dan faktor yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja serta orang-orang yang berada di tempat kerja tersebut.


Menurut WHO (World Health Organization)

Pengertian K3 menurut WHO atau World Health Organization adalah suatu upaya yang bertujuan untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan fisik, mental, dan sosial yang setinggi tingginya untuk pekerja di semua jenis pekerjaan.

K3 juga bertujuan sebagai upaya pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh pekerjaan. K3 dapat juga diartikan sebagai perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari resiko akibat faktor yang merugikan kesehatan.

Menurut Ardana

Arti K3 menurut Ardana adalah upaya perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat sehingga setiap sumber produksi bisa digunakan secara aman dan efisien.

Menurut Simanjuntak (1994)

Pengertian K3 menurut Simanjutak adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja.

Menurut Mathis dan Jackson

Pengertian K3 adalah kegiatan yang menjamin terciptanya kondisi kerja yang aman, terhindar dari gangguan fisik dan mental melalui pembinaan dan pelatihan, pengarahan dan kontrol terhadap pelaksanaan tugas dari karyawan dan pemberian bantuan sesuai dengan aturan yang berlaku, baik dari lembaga pemerintah maupun perusahaan dimana mereka bekerja.

Menurut John Ridley (1983)

Definisi K3 menurut John Ridley merupakan suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.

2. Apakah K3 ada kaitannya dengan JAMSOSTEK?


Tentu saja ada, JAMSOSTEK  (Jaminan Sosial Tenaga Kerja) sendiri merupakan suatu lembaga yang diselenggarakan oleh pemerintah yang melindungi pekerja agar kebutuhan minimal mereka serta keluarga dapat terpenuhi, JAMSOSTEK merupakan program yang ditujukan untuk mendukung pelaksanaan sistem K3 dalam setiap perusahaan, yang tidak bisa langsung disediakan perusahaan. Seperti Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Tabungan Hari Tua, dan Jaminan Kematian (JK). yang mana hal tersebut sesuai dengan yang ada pada Undang-Undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pelaksanaan kegiatan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) tidak hanya ditujukan pada tenaga kerja dan orang lain yang berada di tempat kerja agar terjamin keselamatannya.

3. Apakah di Indonesia ada Undang - Undang yang mengatur tentang K3?



Undang-Undang yang mengatur K3 adalah sebagai berikut :

Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Undang-Undang ini mengatur dengan jelas tentang kewajiban pimpinan tempat kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja.

Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.

Undang- Undang ini menyatakan bahwa secara khusus perusahaan berkewajiban memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik pekerja yang baru maupun yang akan dipindahkan ke tempat kerja baru, sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepada pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala. Sebaliknya para pekerja juga berkewajiban memakai alat pelindung diri (APD) dengan tepat dan benar serta mematuhi semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan.  Undang-undang nomor 23 tahun 1992, pasal 23 Tentang Kesehatan Kerja juga menekankan pentingnya kesehatan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya hingga diperoleh produktifitas kerja yang optimal. Karena itu, kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja.

Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang ini mengatur mengenai segala hal yang berhubungan dengan ketenagakerjaan mulai dari upah kerja, jam kerja, hak maternal, cuti sampi dengan keselamatan dan kesehatan kerja.

Sebagai penjabaran dan kelengkapan Undang-undang tersebut, Pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Presiden terkait penyelenggaraan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), diantaranya adalah :

  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 11 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja Pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi
  • Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida
  • Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan
  • Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Akibat Hubungan Kerja

4. Keselamatan dan kesehatan kerja itu diperuntukan untuk siapa?

Berdasarkan Undang-undang Jaminan Keselamatan dan Kesehatan Kerja itu diperuntukkan bagi seluruh pekerja yang bekerja di segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Jadi pada dasarnya, setiap pekerja di Indonesia berhak atas jaminan keselamatan dan kesehatan kerja.

5.Bagaimana jika terjadi pelanggaran terhadap UU Keselamatan dan Kesehatan Kerja misalnya pengusaha tidak menyediakan alat keselamatan kerja atau perusahaan tidak memeriksakan kesehatan dan kemampuan fisik pekerja?

Berdasarkan Undang-undang K3 disebutkan bahwan pelangaran terhadap UU K3 akan dikenakan ancaman pidana kurungan paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 15.000.000. (lima belas juta rupiah) bagi yang tidak menjalankan ketentuan undang-undang tersebut.

6. Apa yang menjadi penyebab utama adanya kecelakaan kerja?

Kecelakaan kerja (occupational accident) adalah sebuah kejadian atau peristiwa yang berasal dari, atau terjadi dalam rangkaian pekerjaan yang berakibat (a) cedera fatal (fatal occupational injury), atau (b) cedera tidak fatal (non – occupational injury).

Menurut Joint Industrial Safety Council – ILO, ada tiga faktor utama yang berkonstribusi terhadap kecelakaan kerja, yakni peralatan teknis, kondisi kerja, dan manusia. 

  • Peralatan Teknis , contoh: peralatan tidak memadai atau salah rancangannya, yang dapat menimbulkan kejadian yang tidak diharapkan, yang pada akhirnya dapat menimbulkan kecelakaan. 
  • Kondisi Kerjakondisi kerja dapat mempengaruhi pekerja secara tidak langsung, dan oleh karena itu dapat juga menyebabkan terjadinya kecelakaan. Faktor – Faktor itu antara lain: Kesemrawutan tempat kerja, Kebisingan, Temperatur, Ventilasi, Pencahayaan. 
  • Manusia, Kinerja para karyawan dapat meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan. Konsekuensinya, semua pekerjaan harus direncanakan dengan memperhatikan sudut pandang pekerja. Pengusaha atau pemimpin unit kerja adlah penanggung jawab utama dalam perencanaan dan penataan tempat kerja.

Sumber:

Kamis, 09 Mei 2019

JENIS - JENIS MAINTENANCE

Dalam aplikasinya aktifitas maintenance dapat dikategorikan. Seperti terdapat bagian yang khusu menangani maintenance bidang elektrik dan bagian yang menangani bidang mekanik. Jenis / metode maintenance tidak dapat disamakan untuk tiap peralatan, dimana hal tersebut bergantung pada metode, biaya dan tingkat kekritisannya. Berikut jenis / metode maintenance yang umum digunakan di beberapa industri.

Klasifikasi Maintenance
Secara garis besar kegiatan maintenance dapat diklasifikasikan dalam dua macam yaitu: .
  1. Unplanned Maintenance (Perawatan tidak terencana), ini membahas mengenai perawatan darurat dimana perawatan ini merupakan salah satu cara perawatan yang tidak direncanakan sebelumnya sehingga biasanya hal ini dilakukan saat mesin atau peralatan tersebut mengalami kegagalan atau kerusakan yang tidak terduga dan harus segera diperbaiki untuk mencegah akibat yang lebih serius lagi. Salah satu contoh perawatan tidak terencana adalah emergency maintenance. Emergency maintenance adalah pekerjaan perbaikan yang harus segera dilakukan karena terjadi kemacetan atau kerusakan yang tidak terduga.
  2. Planned maintenance (Pemeliharaa terencana) adalah pemeliharaan yang terorganisir dan dilakukan dengan pemikiran ke masa depan, pengendalian dan pencatatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Oleh karena itu program maintenance yang akan dilakukan harus dinamis dan memerlukan pegawasan dan pengendalian secara aktif dari bagian  maintenance melalui informasi dari catatan riwayat mesin/peralatan. Dalam perawatan terencana suatu peralatan akan mendapat giliran perbaikan sesuai dengan interval waktu yang telah ditentukan sedemikian rupa sehingga kerusakan besar dapat dihindari. Perawatan terencana (planned maintenance) terbagi menjadi preventive maintenance dan corrective maintenance
Sifat -Sifat Maintenance
  1. Corrective maintenance (Pemeliharaan Perbaikan ), adalah suatu  kegiatan  maintenance yang dilakukan setelah terjadinya kerusakan atau kelalaian pada mesin/peralatan sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik.
  2. Preventive maintenance (pemeliharaan pencegahan), adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi atau keadaan yang dapat menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu digunakan dalam proses produksi. Dengan demikian semua fasilitas produksi yang diberikan preventive maintenance akan terjamin kelancarannya dan selalu diusahakan dalam kondis atau keadaan yang siap dipergunakan untuk setiap operasi atau proses produksi  pada setiap saat. Sehingga dapatlah dimungkinkan pembuatan suatu rencana dan jadwal pemeliharaan dan perawatan yang sangat cermat dan rencana produksi yang lebih tepat.
  3. Predictive maintenance, adalah tindakan-tindakan  maintenance yang  dilakukan pada tanggal yang ditetapkan berdasarkan prediksi hasil analisa dan evaluasi data operasi yang diambil untuk melakukan predictive maintenance itu dapat berupa data getaran, temperature, vibrasi, flow rate, dan lain-lainnya. Perencanaan predictive maintenance dapat dilakukan berdasarkan data dari operator di lapangan yang diajukan melalui work  order ke departemen maintenance untuk dilakuakan tindakan tepat sehingga tidak akan merugikan perusahaan.
  4. Breakdown Maintenance, Adalah metoda dimana inspeksi dan penggantian parts tidak dilakukan, jadi dengan metode ini kita membiarkan peralatan rusak kemudian baru kita memperbaikinya atau menggantinya. Biasanya metode ini diterapkan untuk peralatan / mesin dengan pertimbangan: Peralatan hanya bersifat optional (tambahan) sehingga jika rusak tidak mengganggu produksi, Biaya perbaikan / penggantian parts murah, Kerusakan tidak signifikan.
  5. Periodic Maintenance, ini diantaranya adalah perawatan berkala yang terjadwal dalam melakukan pembersihan mesin, Inspeksi mesin, meminyaki mesin dan juga pergantian suku cadang yang terjadwal untuk mencegah terjadi kerusakan mesin secara mendadak yang dapat menganggu kelancaran produksi. Periodic Maintenance biasanya dilakukan dalam harian, mingguan, bulanan ataupun tahunan.
  6. Emergency Maintenance ( Perawatan Darurat ), Adalah pemeliharaan yang dilakukan apabila mesin mati sama sekali karena terjadinya kerusakan atau kelainan yang menyebabkan mesin tidak dapat dioperasikan. Perawatan ini tidak direncanakan sebelumnya dan perbaikannya dilaksanakan untuk mencegah terjadinya akibat yang lebih serius. Contoh : korosi.
Istilah - Istilah Dalam Maintenance
Maintenace mempunyai banyak sekali istilah yang masing – masing mempunyai penjelasan dimana jika dituangkan dalam suatu buku akan memenuhi subbab pada buku tersebut. Maka artikel ini akan menjelaskan secara super singkat istilah yang terdapat dalam sistem maintenace. Istilah – istilah disini juga sering dipakai di industri – industri yang mengaplikasikan sistem maintenance ini.


Berikut istilah – istilah tersebut :

Maintainability adalah probabilitas pada kegagalan suatu item untuk dikembalikan kepada kondisi awal operasional.

Reliability adalah probabilitas suatu item untuk bekerja secara normal untuk jangka waktu operasional.

Availability adalah ketersediaan suatu item untuk bekerja secara normal saat diminta.

Mission time adalah waktu operasional suatu item.

Downtime adalah waktu dimana suatu item tidak bekerja.

Logistic time adalah Sebagian waktu downtime yang digunakan untuk menunggu spare part

Failure adalah ketidakmampuan suatu item untuk beroperasi.

Serviceability adalah Tingkat kemudahan atau kesulitan pada item yang dapat dikembalikan ke kondisi kerjanya.

Redundancy adalah keberadaan lebih dari satu alat untuk mencapai satu fungsi yang ditentukan.

Failure Mode adalah keadaan abnormal dari kinerja suatu item yang menjadi pertimbangan pada item tersebut karena menyebabkan kegagalan.

Useful life adalah Jarak waktu suatu item beroperasi dan berproduksi.

Corrective Maintenance adalah maintenance yang tidak terjadwal untuk mengembalikan pada peforma semula.

Continuous task adalah Sebuah kegiatan yang mlibatkan monitoring terhadap suatu item.

Active repair time adalah periode saat downtime saat manpower bekerja memperbaiki suatu item.

Inspection adalah observasi secara kualitatif dari kondisi item.

Overhaul adalah restorasi dan observasi yang komprehensif untuk mengembalikan suatu item pada kinerja awal.

Strategi Perawatan (Maintenance)


Pemilihan program perawatan akan mempengaruhi kelangsungan produktivitas produksi pabrik. Karena itu perlu dipertimbangkan secara cermat mengenai bentuk perawatan yang akan digunakan terutama berkaitan dengan kebutuhan produksi, waktu, biaya, keterandalan tenaga perawatan dan kondisi peralatan yang dikerjakan.

Dalam menentukan strategi perawatan, banyak ditemui kesulitan-kesulitan diantaranya:

•  Tenaga kerja yang terampil

•  Ahli teknik yang berpengalaman

•  Instrumentasi yang cukup mendukung

•  Kerja sama yang baik diantara bagian perawatan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan strategi perawatan:

•  Umur peralatan/mesin produksi

•  Tingkat kapasitas pemakaian mesin

•  Kesiapan suku cadang

•  Kemampuan bagian perawatan untuk bekerja cepat

•  Situasi pasar, kesiapan dana dan lain-lain.


Sumber :

Jumat, 05 April 2019

Tugas Softskill Teknik Perawatan Mesin

A. PERAWATAN MESIN

Perawatan di suatu industri merupakan salah satu faktor yang penting dalam mendukung suatu proses produksi yang mempunyai daya saing di pasaran. Produk yang dibuat industri harus mempunyai hal-hal berikut:
• Kualitas baik
• Harga pantas
• Di produksi dan diserahkan ke konsumen dalam waktu yang cepat.
Oleh karena itu proses produksi harus didukung oleh peralatan yang siap bekerja setiap saat dan handal. Untuk mencapai hal itu maka peralatan-peralatan penunjang proses produksi ini harus selalu dilakukan perawatan yang teratur dan terencana.

                     

Perawatan : Suatu kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang, memperbaikinya sampai pada suatu kondisi yang dapat diterima.
Merawat dalam pengertian “suatu kondisi yang dapat diterima” antara suatu perusahaan berbeda dengan perusahaan lainnya.
Mengapa ada bagian perawatan?
Dibentuknya bagian perawatan dalam suatu perusahaan industri dengan tujuan :
  1. Agar mesin-mesin industri, bangunan, dan peralatan lainnya selalu dalam keadaan siap pakai secara optimal.
  2. Untuk menjamin kelangsungan produksi sehingga dapat membayar kembali modal yang telah ditanamkan dan akhirnya akan mendapatkan keuntungan yang besar.
Tujuan utama perawatan:
Berikut merupakan beberapa tujuan utama dari perawatan mesin, diantaranya adalah:
  1. Untuk memperpanjang umur penggunaan asset.
  2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk produksi dan dapat diperoleh laba yang maksimum.
  3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu.
  4. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan peralatan tersebut.

Siapa yang berkepentingan dengan bagian perawatan?
  1. Penanam modal (investor).
  2. Manager.
  3. Karyawan perusahaan yang bersangkutan.

Bagi investor perawatan penting karena:
  1. Dapat melindungi modal yang ditanam dalam perusahaan baik yang berupa bangunan gedung maupun peralatan produksi.
  2. Dapat menjamin penggunaan sarana perusahaan secara optimal dan berumur panjang.
  3. Dapat menjamin kembalinya modal dan keuntungan.
  4. Dapat menjamin kelangsungan hidup perusahaan.
  5. Dapat mengetahui dan mengendalikan biaya perawatan dan mengembangkan data- data operasi yang berguna untuk membantu menentukan anggaran biaya dimasa yang akan datang.
Bagi para manager perawatan penting karena:
  1. Melindungi bangunan dan instalasi pabrik terhadap kerusakan.
  2. Meningkatkan daya guna serta mengurangi waktu menganggurnya peralatan.
  3. Mengendalikan dan mengarahkan tenaga karyawan.
  4. Meningkatkan efisiensi bagian perawatan secara ekonomis.
  5. Memelihara instalasi secara aman.
  6. Pencatatan perbelanjaan dan biaya pekerjaan.
  7. Mencegah pemborosan perkakas suku cadang dan material.
  8. Memperbaiki komunikasi teknik.
  9. Menyediakan data biaya untuk anggaran mendatang.
  10. Mengukur hasil kerja pabrik sebagai pedoman untuk menempuh suatu kebijakan yang akan datang.
Bagi karyawan, berkepentingan dengan perawatan dengan harapan dapat:
  1. Menjamin kelangsungan hidup karyawan yang memadai dalam jangka panjang, yang mana akan menumbuhkan rasa memiliki sehingga peralatan/sarana yang dapat menjamin kelangsungan hidupnya akan dijaga dan dipelihara dengan baik.
  2. Menjamin keselamatan kerja karyawan.
  3. Menimbulkan rasa bangga bila bekerja pada perusahaan yang sangat terpelihara keadaannya.

Struktur Organisasi Engine Maintenance Unit Tv pada Pt Gmf AeroAsia





B. PENGORGANISASIAN DEPARTEMEN PERAWATAN

Dalam pengorganisasian pekerjaan perawatan, perlu diselaraskan secara tepat antara faktor-faktor keteknikan, geografis dan situasi personil yang mendukung.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan departemen perawatan adalah:

a. Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan perawatan akan menentukan karakteristik pengerjaan dan jenis pengawasan. Jenis-jenis pekerjaan perawatan yang biasanya dilakukan adalah : sipil, permesinan, pemipaan, listrik dan sebagainya.

b. Kesinambungan Pekerjaan
Jenis pengaturan pekerjaan yang dilakukan di suatu perusahaan/industri akan mempengaruhi jumlah tenaga perawatan dan susnan organisasi perusahaan. Sebagi contoh, untuk pabrik yang melakukan aktifitas pekerjaan lima hari kerja seminggu dengan satu shift, maka program perawatan preventif dapat dilakukantanpa menganggu kegiatan produksi dimana pekerjaan perawatan bisa dilakukan diluar jam produksi. Berbeda halnya dengan aktifitas pekerjaan produksi yang kontinyu ( 7 hari seminggu, 3 shift sehari) maka pekerjaan perawatan harus diatur ketika mesin sedang berhenti beroperasi.

c. Situasi Geografis
Lokasi pabrik yang terpusat akan mempunyai jenis program perawatan yang berbeda jika dibandingkan dengan lokasi pabrik yang terpisah-pisah. Sebuah pabrik besar dan bangunannya tersebar akan lebih baik menerapkan program perawatan lokal masing-masing (desentralisasi), sedangkan pabrik kecil atau lokasi bangunannya berdekatan akan lebih baik menerapkan sistem perawatan terpusat (sentralisasi).

d. Ukuran Pabrik
Pabrik yang besar akan membutuhkan tenaga perawatan yang besar dibandingkan dengan pabrik yang kecil, demikian pula halnya bagi tenaga pengawas.

e. Ruang lingkup bidang perawatan pabrik
Ruang lingkup pekerjaan perawatan ditentukan menurut kebijaksanaan manajemen. Departemen perawatan yang dituntut melaksanakan fungsi primer dan sekunder akan membutuhkan supervisi tambahan, sedangkan departemen perawatan yang fungsinya tidak terlalu luas akan membutuhkan organisasi yang lebih sederhana.

f. Keterandalan tenaga kerja yang terlatih
Dalam membuat program pelatihan, dipertimbangkan terhadap tuntutan keahlian dan keandalan pada masing-masing lokasi yang belum tentu sama.

Konsep Dasar Organisasi Departemen Perawatan
Beberapa konsep dasar organisasi perawatan adalah :

  1. Adanya pembatasan wewenang yang jelas dan layak untuk menghindari terjadinya tumpang tindih dalam kekuasaan.
  2. Hubungan vertikal antara atasan dan bawahan yang menyangkut masalah wewenang dan tanggung jawab dibuat sedekat mungkin.
  3. Menentukan jumlah optimum pekerja yang ditangani oleh seorang pengawasan.
  4. Susunan personil yang tepat dalam organisasi. 
Prinsip-prinsip Organisasi Departemen Perawatan
a. Perencanaan organisasi yang logis
Bertujuan untuk mencapai tujuan produksi :
  1. Ongkos perawatan untuk setiap unit produksi diusahakan serendah mungkin
  2. Meminimumkan bahan sisa atau yang tidak standar
  3. Meminimumkan kerusakan peralatan yang kritis
  4. Menekan ongkos perawatan peralatan yang non-kritis serendah mungkin
  5. Memisahkan fungsi administratuf dan penunjang teknik.
b. Fasilitas yang memadai:
  1. Kantor : lokasi yang cocok, ruangan dan kondisi ntempat kerja yang baik.
  2. Bengkel : tempat pekerjaan, lokasi bangunan, ruangan dan peralatan.
  3. Sarana komunikasi : telepon, pesuruh dll.
c. Supervisi yang efektif
Diperlukan dalam mengelola pekerjaan, dimana :
  1. Fungsi dan tanggung jawab jelas
  2. Waktu yang cukup untuk melaksanakan pekerjaan
  3. Latihan khusus untuk memenuhi kecakapan
  4. Cara untuk menilai hasil kerja
d. Sistem dan kontrol yang efektif :
  1. Jadwal waktu pelaksanaan pekerjaan
  2. Kualitas hasil pekerjaan perawatan
  3. Ketelitian pekerjaan perawatan (tidak terjadi over maintenance)
  4. Penampilan kerja tenaga perawatan
  5. Biaya perawatan.

Rabu, 09 Januari 2019

Tugas Softskill 2 Metode penelitian

No
Judul
Author
Introduction
Method
Hasil
Kesimpulan
1
Numerical Implications of Solidity
and Blade Number on Rotor
Performance of Horizontal-Axis
Wind Turbines
Matthew M. Duquette
Kenneth D. Visser
Many factors play a role in the design of a wind turbine rotor,
including aerodynamics, generator characteristics, blade strength
and rigidity, and noise levels. Since a small wind energy system’s
success is largely dependent on maximizing its energy extraction,
rotor aerodynamics play a critical role in the minimization of the
cost of energy. Improvements in aerodynamic design would add
little to the cost of the system with the potential benefit of increasing
power output. It should be kept in mind, however, that the
total energy produced depends on maximizing the energy capture
across the entire operating range of the turbine and this depends
on both the behavior of the power output and the wind’s probability
distribution.
To quantify the effects of solidity and blade number on the
aerodynamic characteristics of wind turbines, a numerical study
was conducted using blade element momentum and wake models.
The study was divided into two parts. The first examined the performance of rotors designed with a blade-element based optimum
design procedure. The second part considered rotors with
constant-chord, untwisted blades. To provide adequate background
to the results, an introduction to the numerical techniques
is presented next.
It gives temperature distribution and stress distribution for four different materials silica ramming mass. It indicates that temperature at inner side of the furnace wall is higher than at outside of the furnace wall.
We had entered material properties of silica ramming mass. We had found out temperature distribution after 1 hour, 2 hour and 3 hour. We had plotted a graph of change in temperature with respect to time at inner surface and outer surface of the furnace wall. We had found out stress distribution after 20 minutes, 40 minutes and 60 minutes.
We had plotted a graph of stress variation with respect to time at inner surface and outer surface of furnace wall. The red colour in the stress distribution diagrams indicate maximum stresses created and from that region minor crack propagation will be started for fatigue failure.
Using blade element and wake theory, the relationship between
solidity, blade number, and power characteristics was explored
numerically for the SG6043 airfoil. Maximum CPvaried moderately
with changes in blade number and solidity. The range of tip
speed ratio for maximum CPvaried strongly with solidity and
weakly with blade number. Higher than traditional solidities and
blade numbers resulted in higherCP throughout the range of tip
speed ratios studied. All of the studies showed that an increase in
blade number at a given solidity increased CP at the operating
point. Increasing the solidity from the conventional 5%–7% to a
range of 15%–25% yielded higher maximumCP values while
lowering l at maximum CP to 2–4. Lower tip speed ratios could
reduce structural requirements, blade erosion and noise levels. In
addition, the high-torque characteristics of higher solidity rotors
would lower cut-in speeds.
The type of analysis method also strongly affected the magnitude
of CP

2
Modeling and Control of a Wind Turbine as a Distributed Resource
Bongani MalingaDr. JohnE. Sneckenberger, Dr. Ali Feliachi*
Department of Mechanical and Aerospace Engineering
*Lane Dept. of Comp. Science &Electrical Engineering
West Virginia University
The main sources of electrical power have been fuelbuming
engines, which use the energy from non-renewable
fuels to mate a shaft connected to an electric generator
These systems have seen vast improvements in the areas of
efficiency, emissions and controllability because they have
’The project titled “lntegraied Conrputing, Communication and
Distributed Control of Deregulated Electric Power Systems’’ is
always been the primary power sources. The deregulation of
electricity in the US hasseen rise in research geared towards
altemative energysources. 
The fact that one has no control over the energy source input.
the unpredictability of wind and the varying power demand are
more than enough concerns to justify the need for a controller,
which will regulate all the parameters that need to be
controlled for a matched operation of the wind turbine.
Gain selection for PID controllers has generally been
a trial-anderror process relying on experience and intuition
from the field control engineers. A systematic approach to gain
selection provides visualization of the potential performance
enhancements to the system control. This work presents a
110
methodologyfor selecting gain values forPID controller that
regulates the rotor speed of a constant-sped wind turbine by
adjusting the blade-pitch angle.
Visual inspection of the rotor speed response and the
pitch angle response may be used to determine the best
combination of kp, kl and ko gains to achieve appropriate
damping of the system. However. when the third gain is
introduced

This trial and error method becomes much more
tedious and complicated. This method does not provide the
control designer with a feel for the sensitivity of the controller
to slight variations in the gain values. and a best possible range
o l gain values is not easily identified. Therefore a different
PID tuning method was used.
This research contributed a method of wind turbine
performance estimation, modeling. linearization and control.
The wind turbine model was derived using a linearization
technique coupled with the approximation of the wind turbine
dynamics. Given that there was no readily available data for a
straightforward data reduction procedure, the method
developed by Justus [SI was used and it proved to be
successful based on the output profiles that were obtained for
all the simulations. All of them were comparable to the profiles
of other wind turbines that have been studied 151.
which is also tied with the size of the gains and the cost. While
these parameters were in opposition by nature, the surfaces
permitted selectionof gain values that produce favorable
results for both of the parameters. This visualizationof the
effect of gain permits selection of the best possible
combination of controller parameters without requiring a
lengthy trial-and-error process.

3
Perkembangan Transportasi Kereta Api Dan Pengaruhnya Terhadap Industri Perkebunan Di Surakarta Tahun 1864-1930, (Wisnu Happy Eko Saputro dan Dr. Dyah Kumalasari)
Journal.student.uny.ac.id
/ojs/index.php/risalah/article
/download/

Transportasi kereta api berpengaruh besar terhadap perkembangan industri perkebunan di Surakarta. Transportasi kereta api berperan sebagai pengangkut hasil perkebunan. Hasil perkebunan di Surakarta yang meningkat, membuat dibutuhkannya alat transportasi yang efektif dan memadai untuk mengangkutnya.
Penelitian ini menggunakan metode sejarah kritis. Metode sejarah adalah cara yang digunakan dalam merekonstruksi masa lampau. Penelitian ini melalui 5 tahap, yaitu pemilihan topik, pengumpulan sumber, kritik sumber, interpretasi dan tahap yang terakhir ialah historiografi.
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa munculnya industri perkebunan di Surakarta dilatar belakangi oleh sistem pajak tanah, sewa tanah, dan tanam paksa. Perkembangan industri perkebunan yang pesat membuat alat transportasi yang ada tidak memadai lagi untuk mengangkut hasil panen, transportasi kereta api dibuat untuk mengatasi masalah pengangkutan. Tahun 1864-1900 perkembangan transportasi kereta api telah meningkatkan hasil perkebunan kopi, tembakau, tebu, dan indigo. Transportasi kereta api dapat mengangkut hasil panen perkebunan lebih banyak dan cepat, sehingga banyak pengusaha swasta yang mendirikan perkebunan di wilayah Surakarta. Pengaruh transportasi kereta api berlanjut sampai tahun 1900-1929. Peningkatan terlihat dari perkebunan gula yang menjadi primadona di pasar Eropa dan didukung dengan transportasi kereta api. Peningkatan hasil
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa masuknya transportasi kereta api di Surakarta dilatar belakangi oleh sistem perekonomian yang diterapkan Pemerintah Hindia-Belanda yaitu sistem sewa tanah, sistem pajak tanah dan sistem tanam paksa. Trasportasi kereta api selanjutnya memegang peran penting untuk mengangkut hasil perkebunan antara 1864-1900. Peran transportasi kereta api berlanjut sampai tahun 1929, peran ini terlihat dari pengangkutan hasil perkebunan dan pengangkutan bahan industri batik. Pengaruh transportasi kereta api terhenti pada tahun 1930 karena terpengaruh oleh krisis ekonomi dunia.

4
Pengaruh Gaya Dorong Propeller pada Engine Fora Terhadap Kecepatan
Pesawat Model,

(Bonyfasius Nopias, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Sains dan Teknologi AKPRIND Yogyakarta)
Kecepatan dari suatu pesawat yang digunakan akan sangat mempengaruhi hasil yang dicapai.
Untuk mencapai performa yang baik , ada beberapa komponen pesawat yang mempengaruhinya. Salah satunya adalah propeller. propeller berperan sebagai penghasil gaya dorong (thrust), dengan menciptakan perbedaan tekanan antara permukaan depan dan belakang bilah. Thrust yang tercipta tersebut akan membantu pesawat untuk terbang. Apabila thrust yang dihasilkan tidak maksimal akibat salah dalam pemilihan propeller, maka pesawat akan sulit untuk take-off dan bermanufer.

Pengujian dilakukan dengan cara pengukuran tanpa menggunakan pesawat (statis) dan dengan mengukur kecepatan terbang (dinamis). Adapun yang di ukur antara lain thrust, kecepatan angin dan kemampuan propeller terbang menempuh satu putaran lintasan. Untuk pengujian statis dilakukan dengan mengukur thrust dan kecepatan angin yang dihasilkan berdasarkan masing-masing rpm.
Hasil-hasil pengujian disajikan kedalam bentuk tabel dan grafik, dan diolah sehingga dapat
diketahui thrust, kecepatan angin dan efisiensi dari masing masing propeller.

Dari percobaan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan, untuk rpm tertinggi 27000 rpm, propeller tersebut menghasilkan thrust tertinggi yaitu 1,12 kg, kecepatan angin sebesar 30,05 m/det dan efisiensi 67%. Hasil ini lebih besar dibandingkan dengan yang dimiliki propeller C1dan A. hal ini disebabkan oleh pitch NN lebih besar dari C1 dan A. untuk hasil uji kecepatan terbang propeller NN didapat 2,48 detik untuk satu putaran pada pesawat model F2D.
5
Perencanaan awal turboptop basic trainer aircraft berdasar kriteria cakupan misi penerbangan
Tungga Bhimadi, Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik dan Informatika Universitas Gajayana Malang
Perancangan awal merupakan salah satu fase dalam perancangan pesawat terbang, sesudah perancangan mula dan sebelum perancangan konsep. Sebagai latar belakang, sudah saatnya Indonesia mengganti pilihan pesawat latih yang digunakan sekarang. Sehingga perlu usulan pesawat latih dasar pengganti sebagai tujuan penelitian yaitu, pemilihan Turboprop Basic Trainer Aircraft atau pesawat latih dasar dengan propeler, untuk latihan calon pilot penerbang pesawat tempur.
Metodologi penilitian yang digunakan yaitu metodologi perancangan empiris yang memprediksi harga karakteristik yang diusulkan dengan aspek desain fokus pada kriteria cakupan 3(tiga) misi yaitu sortie training, bomber, dan attack.
Hasil penelitian adalah berupa pilihan pesawat berdasar kriteria yang diinginkan dengan prediksi harga
karakteristik dari aspek desain seperti aspek: aerodinamika, stabilitas, persyaratan misi, unjuk kerja, dan kemampuan membawa beban.

kesimpulan, pesawat pilihan memenuhi kriteria cakupan misi bahkan untuk beberapa item misi lebih baik. Metodologi perancangan empiris ini dapat digunakan untuk pemilihan pesawat jenis lain yang akan digunakan